Senin, April 30, 2012
Rabu, April 25, 2012
Diakui Jika Menang
Sungguh lucu jika kita menengok kondisi negeri ini, orang bakal dielu-elukan saat mereka berprestasi. Bahkan, seluruh orang sama-sama ngeklaim “itu temanku” atau “itu anak didikku” (intinya: selalu diperebutkan). Namun, saat mau memulai tak pernah ada support. Atau mungkin, banyak yang ragu dengan kemampuan pribadi.
Itu jelas terlihat. Setiap ada prestasi, tingkat partisipasi aparatur terkait sebatas menafshrkan “perhatian” dengan memberikan penghargaan dan serangkaian acara ceremonial. Adakah sebuah perhatian yang kongkrit, semisal perhatian terhadap anak-anak putus sekolah? Lucu memang, ingin sebuah prestasi tanpa mau berkorban. Lama-lama, malah itu lebih pantas dikatakan sulapan.
Belum lagi jika kita melihat komitmen pemerintah mengenai dunia pendidikan di tanah air. Semuanya hanya sekedar utopia. Mana anggaran pendidikan sebesar 20 persen yang dijanjikan? Sudah berapa tahun janji-janji itu diolor-olor? Di sisi l`in, biaya pendidikan yang semakin mahal jadi sebuah alasan bagi anak bangsa yang sedang berkarya. Itu semakin klop dengan masalah ekonomi yang menuntut anak usia sekolah untuk menjajakan hak sekolahnya demi sesuap nasi.
Tak salah jika Vincentius Jeremy Suhardi (anak bangsa yang ikut dalam Olimpiade Kimia Internasional di Moskow,Rusia) sempat mengeluh mengenai kurangnya fasilitas penunjang. Mungkin, pemerintah banyak berfikir mengenai jangka pendek saja. Yakni, berkutat dalam masalah investasi asing. Padahal, jangka panjang (dunia pendidikan) juga merupakan sebuah investasi yang paling signifikan bagi kemajuan Indonesia.
Di bulan akhir tahun ini, marilah, kita bahu-membahu berupaya meningkatkan dunia pendidikan untuk menyokong tantangan di hari nanti.
Langganan:
Postingan (Atom)